Headlines News :
Home » » Penyusunan Anggaran untuk Desa

Penyusunan Anggaran untuk Desa

Written By Muhamad Hardin on Rabu, 16 Januari 2013 | Rabu, Januari 16, 2013



Dari sudut pandang negara, demokrasi mengajarkan bahwa partisipasi sangat dibutuhkan untuk membangun pemerintahan yang akuntabel, transparan, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat dalam rangka untuk pemberdayaan masyarakat itu sendiri, karena partisipasi akan memberikan ruang dan kapasitas masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan hak-hak mereka, mengembangkan potensi dan prakarsa lokal, mengaktifkan peran warga serta membangun kemandirian masyarakat.

Sementara cita-cita mewujudkan partisipasi masyarakat adalah sebuah proses pembelajaran warga yang menuntut kesadaran sekaligus kesa-baran banyak pihak. Banyak pengalaman menunjukan, tidak gampang menuntut keterlibatan orang banyak, apalagi menyangkut seluruh warga tanpa benar-benar dilandasi oleh kesadaran yang tinggi untuk mewujudkan tujuan bersama.

Dalam konteks diatas sejumlah diskusi yang melibatkan masyarakat desa yang di fasilitasi oleh Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM) sejak tahun 2001, mencoba untuk mengembangkan serta menyebarkan wacana perlunya mencari dan menumbuhkan pola pengembangan partisipasi dan demokrasi di tingkat masyarakat desa dengan salah satunya menyusun modul pelatihan APBDes partisipatif yang selanjutnya bekerjasama dengan Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD) dengan harapan akan terwujudnya tata pemerintahan yang baik di tingkat desa.

Hal ini dikarenakan pertama, bahwa masih ada sejumlah kekurangan yang nampak dalam pengelolaan anggaran desa. APBDes belum mencerminkan perencanaan strategis desa. Bahkan ketika desa belum memiliki perencanaan strategis, penyusunan anggaran diibaratkan didasarkan pada adat kebiasaan semata yang tidak sejalan dengan visi, misi dan program desa. Padahal seharusnya APBDes seharusnya mengikuti visi, misi dan program desa yang dirancang secara partisipatif.
Kedua, APBDes belum menjadi indikator kemampuan ekonomi desa dalam berotonomi. Banyak kasus mengungkapkan bahwa sumber-sumber pendapatan ABDes belum digali dengan baik, dan kebiasaan yang dilakukan adalah menggali sumberdana dari kebaikan pemerintah kabupaten dan dari luar. Jika menggantungkan dari dalam, pihak desa mengandalkan pada dana swadaya dan gotong royong yang membawa implikasi pada ketidakadilan sosial dan beban yang besar bagi warga desa yang tidak mampu.
Ketiga, bahwa pemerintah desa masih bersikap romantis dengan paradigma lama di dalam mengelola keuangan desa. Di sini pemerintah desa mengesampingkan suara warga dan bahkan BPD. Seolah-olah mencari dan mengalokasikan anggaran adalah hak dan bakatnya. Akibatnya, ABDes tidak disusun secara partisipatif dan alokasi anggaran juga bias kepentingan pemerintah daripada kepentingan masyarakat. Akibatnya juga ketika daya partisipasi masyarakatnya rendah, maka penyusunan sampai pelakasanaan APBDes tidak terkontrol dan membuka peluang terjadinya korupsi.

Keempat, APBDes menghadapi persoalan rendahnya sumber-sumber dan besarnya penerimaan sehingga APBDes bukan menjadi alat yang penting untuk mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Sumber pendapatan asli desa dari kekayaan desa sangat kecil dan terutama berasal dari tanah yang dipakai untuk lungguh dan sarana umum seperti kuburan, jalan dan tempat ibadah. Tanah kas desa untuk anggaran operasional desa juga tidak memadai.

Kelima, buruknya APBDes berkaitan dengan kurangnya payung hukum kuat yang mendorong terwudnya tata pemerintahan yang baik. APBDes memperlukan peraturan desa (PERDES) yang mengatur tata laksana penyusunan yang mengindahkan bukan hanya aspek teknokrasi tetapi juga ligitimasi masyarakat, dan kesesuaian dengan visi, misi dan program pemerintah desa jangka pendek dan panjang . Demikian pula diperlukan payung hukum yang pasti dari peraturan daerah yang menjamin adanya perimbangan keuangan yang adil dan mendorong pemerintahan desa dapat menjalankan fungsi penyelenggaraan pemerintahan secara mandiri. Masalah itu patut dikaji lebih tentang pentingnya payung hukum yang tepat.

Dari beberapa persoalan diatas buku panduan pelatihan APBDes partisipatif ini disusun untuk melatih antara lain anggota BPD, aparat pemerintahan, tokoh masyarakat, pengurus lembaga-lembaga yang ada didesa dengan harapan akan tumbuhnya kesadaran kritis di kalangan masyarakat dalam pemerintahan desa tentang pentingnya proses partisipatif dan meningkatkan ketrampilan mereka dalam penyusunan APBDes.

Bahwa kebutuhan pelatihan di setiap desa tidaklah sama sehingga memang modul ini tidak diniatkan untuk menyeragamkan pelatihan di setiap desa, sehingga dalam menggunakan modul inipun tidak harus digunakan secara runtut, topik demi topik dari tahap pertama hingga akhir sehingga fasilitator bebas memilih dari topik dan tahap mana akan memulai pelatihan. Selain itu dalam menggunakan modul ini haruslah memperhatikan dinamika kebutuhan masyarakat desa setempat.
Share this article :

Tidak ada komentar:

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. manarangko.blogspot.com - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger